Peningkatan volume sampah dan keberagaman jenisnya berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk serta peningkatan ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsi juga gaya hidup. Hal ini menjadi isu nasional terutama bagi daerah perkotaan dikarenakan keterbatasan lahan untuk tempat pembuangan sampah. Akibatnya, penumpukan sampah menimbulkan masalah seperti seperti pencemaran air, udara, berkembangnya bibit penyakit, bahkan longsor. Oleh karena itu, perlu selalu diupayakan pengelolaan sampah yang efektif dengan berbagai kebijakan dan strategi masing-masing daerah untuk pemenuhan target pengurangan dan penanganan sampah yang telah ditetapkan.
Sehubungan dengan peningkatan pelaksanaan program/kegiatan pengurangan sampah melalui_pembatasan, daur ulang dan pemanfaatan kembali di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, beberapa waktu lalu penulis mendapat kesempatan mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Refuse Derived Fuel (RDF) yang berlokasi di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruk Legi, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Fasilitas tersebut dibangun sejak tahun 2017 di atas lahan seluas 3 Ha dengan menggunakan mekanisme cost sharing antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kerajaan Denmark melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta Pemerintah Kabupaten Cilacap sendiri. Saat diresmikan dan mulai beroperasi tahun 2020, fasilitas pengolahan sampah ini menginisiasi penggunaan teknologi RDF di Indonesia dan disebut sebagai tonggak baru pengelolaan sampah di tanah air.
Cilacap, dengan luas wilayah 213.850 Ha menjadi kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah, berpenduduk hampir 2 juta jiwa terbagi dalam 24 kecamatan. Kabupaten ini merupakan daerah berkembang dengan beberapa industri strategis yaitu kilang minyak, pabrik semen, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), serta beberapa industri lainnya dan memiliki potensi timbulan sampah sebesar 940 ton sampah/hari. Sebanyak 726 ton sampah/hari berhasil dikelola sedangkan sisanya sebesar 214 ton sampah/hari menjadi sampah tidak terkelola. Dengan indeks timbulan sampah sebesar 0,48 kg/orang/hari, pengelolaan sampah di Kabupaten Cilacap terlayani oleh 4 buah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), yaitu TPA Malabar, TPA Kunci, TPA Tritih Lor, serta TPA Kepudang. Karakteristik sampah Kabupaten Cilacap yaitu memiliki kadar air sebesar 57,66% dengan nilai kalori sebesar 697 kcal/kg.
Refuse Derived Fuel sering disingkat dengan RDF merupakan hasil pengolahan sampah yang dikeringkan untuk menurunkan kadar air hingga <25% dan menaikkan nilai kalornya setelah sebelumnya dicacah terlebih dahulu untuk menyeragamkan ukurannya menjadi 2-10 cm. Karenanya RDF ini sering disebut sebagai keripik sampah. Dengan kapasitas pengolahan 140 ton sampah/hari, RDF yang dihasilkan sebanyak 48,40 ton/hari (34,58%) dengan nilai kalor 3.217 kcal/kg, sehingga memiliki potensi energi sebesar 155.702.800 kcal/hari. Potensi ini membuat RDF digunakan sebagai alternatif sumber energi oleh industri yang dalam prosesnya terdapat pembakaran menggunakan bahan bakar fosil batubara seperti pabrik semen dan PLTU. RDF di Kabupaten Cilacap ini dimanfaatkan oleh pabrik semen PT. Solusi Bangun Indonesia (PT. SBI) yang dihargai sebesar Rp.300.000,-/ton menjadi masukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bahan pembuatan RDF berasal dari sampah segar yang datang ke TPST dengan diangkut oleh dump truck. Setelah diketahui beratnya dari catatan di jembatan timbang, kemudian sampah dibongkar dan dituang pada area picking bay untuk dilakukan pemilahan oleh mitra pekerja lingkungan atau yang biasa kita kenal sebagai pemulung. Di area ini pemulung bebas memilah sampah serta mengambil barang-barang yang dapat mereka manfaatkan kembali dan diperkirakan masih bernilai ekonomis. Setelah beberapa saat berada pada tahapan pemilahan, sampah diangkut menggunakan wheel loader menuju shredder untuk dicacah menjadi berukuran standar 2-10 cm. Kemudian dengan menggunakan hopper conveyor, hasil cacahan sampah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam reaktor biodrying untuk dikeringkan hingga kadar airnya di bawah 25% serta menaikkan nilai kalor yang semula di bawah 700 kcal/kg menjadi 3.200 kcal/kg.
Pemrosesan dalam reaktor biodrying yaitu pengeringan biologis dengan memanfaatkan pelepasan panas dari aktivitas mikroorganisme dalam sampah mengurai materi organik secara aerobik. Unit ini dilengkapi dengan penutup membran khusus untuk menjaga kondisi suhu sekaligus mengeluarkan uap air. Terdapat sistem perpipaan dibagian bawah unit untuk menghembuskan udara aerasi dari blower dan mengalirkan leachate ke kolam lindi. Setelah 21 hari berada dalam biodrying, sampah dipindahkan kedalam screener menghasilkan 3 produk yang kemudian ditempatkan dalam bak berbeda yaitu inert berupa sampah ukuran di bawah standar 2 cm disertai dengan kerikil dan pasir, RDF yang merupakan produk utama, serta oversize yang berukuran lebih dari 10 cm. Oversize dapat dikembalikan pada mesin pencacah untuk dijadikan produk berukuran standar tanpa dimasukkan kedalam unit biodrying kembali karena dianggap telah memiliki kadar air <25%. Inert awal mulanya merupakan produk samping yang dimanfaatkan untuk cover soil penutup sampah pada TPA jenis controlled landfill, namun kemudian berdasarkan pengalaman ternyata produk yang bernilai kalor 1.500 kcal/kg ini dapat dimanfaatkan sebagai pemberat pada RDF pada saat pengangkutan dan proses pada kiln PT. SBI serta dihargai sejumlah Rp.53.000,-/ton.
Menurut Ibu Sri Murniyati, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, dengan adanya TPST RDF ini permasalahan sampah di Kabupaten Cilacap sebagian teratasi dan hasil jualnya dapat menambah PAD, serta memberi efek domino naiknya tingkat hunian hotel oleh banyaknya kunjungan dari daerah lain di Indonesia ke Kabupaten Cilacap yang ingin mempelajari teknologi RDF. Selain dengan PT. SBI sebagai off-taker, TPST RDF juga memperoleh dukungan dari PT. Unilever Indonesia (PT. UI) sebagai bentuk Extended Producer Responsibility berupa bantuan biaya listrik per bulan. PT. UI juga bersama Pemkab Cilacap membuat MoU dalam upaya peningkatan kapasitas TPST RDF menjadi 200 ton sampah/hari melalui Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Mengubah sampah menjadi energi dewasa ini semakin populer menjadi alternatif pengelolaan sampah serta dapat menjadi inovasi daerah dalam mengatasi isu persampahan, karena selain mengurangi sampah yang ada juga dapat menghasilkan energi yang bermanfaat. Selain Kabupaten Cilacap dengan RDF untuk PT. SBI, Kota Tangerang juga sudah menjalin kerja sama menyediakan bahan bakar cofiring untuk PT. Indonesia Power, ada juga masyarakat Pulau Pramuka menggunakan metode pirolisis untuk kemandirian penyediaan bahan bakar solar, serta Kota Surabaya dengan Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) menggunakan metode gasification power plant. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang mempunyai total potensi timbulan sampah 575,27 ton sampah/hari (data KLHK tahun 2021) pengolahan sampah menjadi energi atau sering disebut dengan Waste to Energy (WtE) dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kabupaten/kota sebagai salah satu metode pengelolaan sampah di bagian hilir.
Namun perlu dipertimbangkan kearifan lokal serta karakteristik daerah untuk memutuskan mengadopsi teknologi yang akan digunakan, sehingga investasi menjadi tidak sisa-sia dan dapat memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan.
- 2110 reads